AKI DAN AKB TINGGI, ACEH UTARA BUTUH QANUN KIBBLA

Persoalan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Aceh Utara masih tinggi. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir berada dalam lima daerah dengan angka kematian ibu dan anak tertinggi di Aceh. Dengan berbagai persoalan yang ada, untuk mengatasi hal tersebut diperlukan kebijakan yang dapat membangun sinergisitas lintas sektor sehingga dapat menekan AKI dan AKB di Kabupaten Aceh Utara. Hal ini menjadi kesimpulan bersama dalam pembahasan bersama antara Flower Aceh dengan Dinas Kesehatan Aceh Utara, pada Selasa, 4 April 2017. Pertemuan yang berlangsung di Klinik Paru Simpang Cibrek, Aceh Utara

“Kami menyambut baik inisiatif dan dukungan Flower Aceh untuk membantu Dinas Kesehatan khususnya dan Aceh Utara pada umumnya dalam rangka mendorong adanya kebijakan berupa Qanun. Kami dari Dinas Kesehatan sebagai leading sector punya komitmen yang sama, harus ada upaya dan inovasi-inovasi baru untuk mengatasi tingginya AKI dan AKB di Kabupaten Aceh Utara. Hal ini perlu juga didiskusikan lebih lanjut bersama DPRK khususnya Komisi E dan Badan Legislasi, untuk dukungan agar prosesnya berjalan cepat” sebut dr. Makhrozal, Kepala Dinas Kesehatan Aceh Utara tersebut.

Qanun tentang Kesehatan Ibu, Bayi baru Lahir, dan Anak Balita (KIBBLA) dinilai strategis untuk membangun koordinasi lintas SKPK, termasuk pihak swasta dan masyarakat. Selain itu akan memungkinkan muncul inovasi-inovasi baru yang dinilai penting dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan masalah tingginya AKI dan AKB di Aceh Utara.

Pertemuan yang juga dihadiri oleh para Kepala Bidang dan Kasi di lingkungan Dinas Kesehatan Aceh Utara tersebut membahas banyak isu yang menjadi faktor serius dan menentukan tinggingnya AKI dan AKB. Selain cakupan wilayah yang sangat luas, ketersediaan SDM yang handal, juga mendiskusikan tentang tingkat partisipasi dan kesadaran masyarakat. Kepala Dinas Kesehata Aceh Utara ini juga menjelaskan bahwa selain faktor medis secara kesehatan, tingginya AKI dan AKB juga sangat dipengaruhi oleh ketersediaan dukungan fasilitas, hingga kesadaran masyarakat terutama keluarga untuk sadar bagaimana mempersiapakan kehamilan hingga melahirkan secara sehat dan aman. “Qanun KIBBLA harus dapat menyasar bagaimana menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat untuk berperan aktif juga sehingga Aceh Utara bisa menekan AKI dan AKB tersebut”.

Flower Aceh menyampaikan bahwa situasi sulit masa kehamilan yang dihadapi perempuan, tidak menjadi tanggungjawab perempuan semata. Dibutuhkan tanggung jawab bersama dari pasangan, keluarga, masyarakat dan pemerintah. Untuk itu perlu adanya pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan dan keselamatan ibu dan bayi, mulai masa persiapan kehamilan dan melahirkan. Termasuk perempuan yang dalam kondisi khusus, misalnya perempuan korban kekerasan atau yang berada di lokasi bencana”, sebut Desy Setiawaty, Direktur Flower Aceh.

Diharapkan dengan selesainya Naskah Akademik dan Rancangan Qanun tentang KIBBLA nantinya yang akan dipersiapkan Flower Aceh bersama Dinas Kesehatan Aceh Utara ini akan menjadi babak baru dalam upaya mengatasi persoalan tingginya AKI dan AKB tersebut. Jika selama ini kondisi AKI dan AKB di Aceh Utara masih sangat tinggi, hingga layanan belum cukup optimal dan responsif dalam KIBBLA dengan beberapa faktor yang mempengaruhinya, maka dengan Qanun KIBBLA akan dapat memberikan pengaturan baru bagaimana persoalan tersebut diatasi secara lebih sistematis.

Menutup pertemuan yang berlangsung sekitar dua jam tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Aceh Utara berharap apabila Qanun ini dapat diterbutkan di Aceh Utara, maka upaya pelibatan, tanggung jawab, dan koordinasi yang lebih baik antara pemerintah daerah dam pihak swasta dalam pelayanan KIBBLA dapat lebih optimal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *