Zaini Abdullah atau Akrab dipanggil Abu Dotto, Gubernur Provinsi Aceh menjadi viral bagi masyarakat di aceh dan menjadi pembicaraan bagi para penggiat Kesehatan, Khususnya dibidang kesehatan Reproduksi, juga bagi para pegawai Pemerintahan yang berada dalam wilayah kerja Provinsi Aceh, Bagaimana Tidak ? Gubernur Aceh tersebut mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomer 49 tahun 2016 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif yang didalamnya juga mengakomodir cuti dalam lingkungan Kepegawaian Pemerintahan selama 6 bulan untuk Proses Melahirkan dan Menyusui. Juga memberi ruang kepada Pekerja Laki-laki untk mendapatkan libur selama 7 hari untuk melakukan pendampingan kepada istri dan membantu proses melahirkan juga pendampingan kepada anak yang baru lahir.
Beberapa Inovasi berani di keluarkan oleh Zaini lewat Peraturan Gubernur ini, terkait dengan Fasilitas misalkan, Aturan ini memerintahkan untuk dibentuknya Ruang Menyusui khusus di Kantor-kantor pemerintahan dan Sarana Publik lainnya. Selain penyediaan Ruang Menyusui, Pemberian Cuti kepada Pegawai Perempuan Selama 6 Bulan pasca Proses Melahirkan dan menyusui, 2 kali lipat dari Cuti melahirkan yang biasanya diberikan selama 3 Bulan. Selain itu Pembatasan Peran bagi tenaga kesehatan dan Produsen juga distributor untuk tidak menganjurkan, menawarkan untuk menggunakan atau mempromosikan penggunaan susu Formula kepada anak dibawah Umur 1 tahun, kecuali Pada kondisi Khusus, dan memberikan ruang kepada pihak Orang tua untuk menolak tawaran penggunaan susu formula kepada Anak.
Dari segi Kesehatan, Perempuan yang baru selesai melakukan persalinan pasca melahirkan memerlukan waktu istirahat kurang lebih 6 minggu, sebab dalam jangka waktu tersebut, proses perbaikan terhadap alat reproduksi mulai dilakukan. Artinya perempuan harus beristirahat selama kurang lebih satu bulan setengah untuk masa pemulihan pasca persalinan.
Menyoal mengenai Bayi yang baru lahir, masa emas anak berada pada umur 0-2 tahun, dalam proses masa emas itu, Selain perhatian, Pemberian asi eksklusif juga penting dalam proses tumbuh kembang anak, sehingga pemberian asi eksklusif minimal selama 6 bulan dianggap penting untuk dilakukan. Dan dibeberapa Negara di Eropa, pemberian cuti adalah salah satu cara untuk melakukan pelaksanaan program kesehatan terhadap ibu dan bayi baru lahir.
Sebagai perbandingan saja, Cuti melahirkan di finlandia misalkan, di negara ini cuti diberikan selama 105 hari kerja (tidak termasuk hari libur). Begitu juga dengan suami, berhak cuti mendampingi istrinya selama 1-18 hari kerja setelah sang bayi lahir. Sampai anak berusai 3 tahun, ibu berhak cuti setiap saat anak sakit atau ke dokter.
Di Norwaygia, Semua Perempuan hamil yang bekerja di negara ini mendapat hak cuti untuk pemeriksaan pranatal rutin ke dokter kandungan setiap bulannya selama masa kehamilannya. Sedangkan cuti melahirkan yang diberikan oleh perusahaannya selama 6 bulan dan tunjangan persalinan yang diperoleh sebesar 21.500 US dollar, dan terakhir adalah Swedia, Di negara ini, Perempuan hamil yang bekerja berhak untuk cuti melahirkan selama 78 minggu (kurang lebih 1,5 tahun). Setelah masa cuti melahirkan berakhir, seorang ibu dan juga suami masih mendapat jatah cuti (paid leave) selama 60 hari (dalam 1 tahun) untuk keperluan merawat anaknya apabila sedang sakit.
Bila diperhatikan ketiga Negara tersebut adalah Negara yang kurva dan data kependudukannya di dominasi oleh masyarakat pada kisaran Umur 30-50 tahun ke atas, sedangkan untuk umur di bawah 20 tahun Kurvanya mengecil, maka dapat disimpulkan bahwa di Negara-negara tersebut merupakan Negara dengan angka kelahiran yang rendah. Kondisi perkembangan masyarakat di beberapa Negara di eropa memang berbeda dengan Indonesia, Pemerintah di beberapa Negara maju memberikan pelayanan yang baik bagi Perempuan yang memang ingin melahirkan dan memiliki anak, berbeda dengan Indonesia yang merupakan Negara dengan angka kelahiran yang tinggi. Maka Seringkali dipertanyakan apakah aturan mengenai cuti Melahirkan dan menyusui teapt di pergunakan di Indonesia ? Meskipun begitu, Finlandia adalah Negara yang angka kematian bayi mereka paling kecil di Dunia. Sehingga sering kali Negara ini menjadi Pembanding dalam pelaksanaan layanan kesehatan Persalinan.
Kembali kepada Kebijakan yang dikeluarkan Oleh Gubernur Aceh tersebut, beberapa pihak meragukan pelaksanaan Pergub tersebut, beberapa menggangap bahwa ini adalah Stategi Zaini untuk persiapan Pilkada 2017 mendatang, sebab hal ini dinilai dapat mendulang suara dari para Pegawai Negeri Sipil, Khususnya Perempuan, sebab Dominasi Perempuan Dalam Kepagawaian di Aceh Dihitung tinggi.
Selain Itu dari Internal Kepegawaian di aceh meragukan dengan sistem pelaksanaan Cuti selama 6 bulan untuk pegawai pemerintahan ini, sebab bila mengacu pada seluruh Provinsi di Indonesia, dan bahkan mengacu pada peraturan Hukum tentang Kepegawaian, Hal ini di anggap baru, sebab merupakan sebuah terobosan baru yang belum dilakukan di Provinsi manapun di Indonesia. Lalu beberapa pihak juga meragukan bahwa Pergub ini bukan merupakan kewenangan Gubernur Aceh Untuk mengaturnya, sebab dianggap bertentangan dengan aturan lebih tinggi tentang kepegawaian. Dan juga peraturan tersebut bersifat Pergub, Peraturan yang dikeluarkan Oleh Eksekutif bukan Bukan Qanun atau Perda yaitu peraturan yang dikeluarkan atas kesepakatan bersama antara Eksekutif dan Legislatif.
Untuk edukasi saja, sebelum masuk pada analisa lebih jauh, Pada Dasarnya sistem Negara di Dunia mengacu pada dua yaitu Republik dan Federal, Negara Federal memberikan keleluasaan pada Negara Bagian untuk mengatur daerah mereka sendiri dan memberikan batasan-batasan tertentu kepada Negara bagian untuk tidak melakukan hal-hal terkait tentang Kekuasaan Pusat seperti mengatur mata uang dan pertahanan Negara.
Berbeda Dengan sistem Republik, Kekuasaan yang dimiliki Daerah atau di Indonesia sering kita sebut dengan Provinsi adalah kekuasaan yang dilimpahkan, Artinya kekuasaan tersebut dibatasi secara menyeluruh, bahwa Provinsi hanya boleh melakukan Hal-hal yang kuasa dan Wewenangnya diberikan Oleh Pusat, baik diberikan secara Atribusi, Delegasi, ataupun Mandat.
Lalu Bagaimana dengan Daerah yang kemudian diberikan Kuasa untuk mengatur Kekuasaan mereka sendiri ? Negara Republik biasanya memberikan Otonomi Khusus kepada Daerah, yang artinya daerah diberikan kekuasaan lebih untuk mengatur dirinya kecuali kekuasaan-kekuasaan yang mutlak hanya dimiliki Oleh Negara, Lalu Bagaimana dengan Provinsi Aceh ?
Untuk Aceh, Kita tidak bisa menggunakan Pandangan Umum tentang Pemerintah Daerah, sebab Aceh adalah Provinsi yang mendapatkan Otonomi Khusus lewat Undang-undang Nomer 11 tahun 2016 tentang Pemerintah Aceh. Lewat Undang-Undang tersebut Aceh diberikan kewenangan untuk mengatur diri mereka sendiri layaknya Negara Bagian dalam Sistem Federal, Kewenangan Aceh yang luas tidak menyangut 5 Hal yaitu Moneter dan fiskal, Pertahanan, Keamanan, Politik Mancanegara, dan Yustisi. Artinya dapat disimpulkan bahwa mengatur mengenai Pemberian Air Susu Ibu Ekslusif dan Pemberian Cuti Selama 6 bulan kepada Pegawai Negeri Perempuan bukanlah hal yang bertentangan dengan kewenangan yang dimiliki oleh Pusat.
Selain itu Pergub ini juga merupakan bentuk Implementasi atau Pelaksanaan dari Qanun Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan dan pemenuhan hak anak sebagaimana yang diatur dalam Qanun Nomor 11 Tahun 2008 tentang Perlidungan Anak, artinya dapat disimpulakn bahwa Pergub ini mulai membuka pintu untuk pemberdayaan dan perlindungan terhadap perempuan dan pemenuhan hak anak.
Meski demikian ada beberapa hal yang harus diperhatikan menyoal tentang Pergub ini, pertama Pergub ini berpontensi menimbulkan ketimpangan kepada Para Pekerja Perempuan yang bekerja di Sektor Swasta, sebab tidak ada intervensi khusus terhadap Perusahaan atau Korporat terkait pemberian cuti melahirkan dan menyusui. Artinya bahwa Perempuan yang bekerja pada sektor Swasta bergantung pada aturan yang diatur oleh perusahaan bukan pada Pergub ini.
kedua mengenai pemberian cuti 6 Bulan kepada pegawai perempuan dan 7 hari bagi pegawai laki-laki. Cuti selama 7 hari barangkali memang di pandang cukup bagi pekerja laki-laki, tetapi perlu dipahami bahwa dalam proses kelahiran keberadaan seorang suami di dekat istri sangat penting dan menjaga juga merawat anak bukan hanya menjadi tanggung jawab ibu yang melahirkan, tetapi juga ayah, artinya pemberian cuti yang sedikit lebih panjang minimal 2 minggu atau 1 bulan penting untuk diberikan, artinya sebagai seorang suami melakukan pendampingan kepada istri dan sebagai seorang ayah juga merasa bagaimana rasanya menjaga anak mereka di awal-awal kelahiran. Walaupun demikian pemberian cuti selama 7 hari harus dipastikan dengan baik bahwa cuti tersebut diberikan memang untuk melakukan pendampingan kepada istri dalam proses persalinan dan membantu perawatan bayi pada hari-hari awal kelahiran.
sedangkan Cuti selama 6 bulan yang akan diberikan kepada Pegawai perempuan da[at memberikan banyak dampak kepada pekerja perempuan itu sendiri, hal ini dapat menghambat perkembangannya dalam karir, selain itu ruang kerja bagi perempuan diranah Pemerintahan akan sangat sempit, sebab akan muncul pertimbangan bahwa merekruit pekerja Laki-laki lebih efektif dari pada Perempuan, hal ini dapat menyebabkan Perempuan menjadi sulit mendapatkan pekerjaan, bukan hanya dalam lingkup Kepegawaiaan pemerintah tetapi juga dalam lingkup ketenagakerjaan.
Ketiga Peraturan Ini berpotensi meningkatkan Angka Kelahiran, oleh sebab itu peraturan ini kemudian harus diselaraskan dengan Program KB (Keluarga Berencana), Misalkan Izin Untuk Hamil dan Menyusui selama 6 Bulan hanya boleh diberikan selama 2 kali selama masih menjadi bagian dari Kepegawaian di Provinsi Aceh, sehingga Program tersebut selaras degan program menekan angka pertumbuhan penduduk.
Sebab dari itu perlu beberapa hal yang pelu diperhatikan agar Pergub ini yang memiliki tujuan yang baik ini tidak kemudian menjadi “Senjata Makan Tuan”, Pertama Pemerintah Aceh harus menyediakan dana yang benar-benar Khusus dan tepat untuk pembangunan fasilitas untuk menyusui dan benar – benar serius mengintervensi Pemerintah di Kabupaten/Kota yang ada di aceh untuk melakukan pembangunan Fasilitas menyusui baik di sektor Pemerintahan ataupun publik, juga mengintervensi pihak Swasta sebagai penyedia sektor pekerjaan juga memiliki Fasilitas yang sama.
Kedua, memberikan jam kerja Khusus bagi Perempuan pekerja yang menyusui, sehingga tidak membatasi ruang gerak dan kerja mereka dalam melaksanakan Profesinya dan pekerjaannya, sehingga kondisinya serta merta membuat karirnya tidak berkemabng, sebab menjadi ibu adalah tugas yang mulia dan pemerintah harus mengakomodir hal ini.
Ketiga memastikan bahwa memberikan fasilitas publik dan pemberian cuti sebagai kelemahan Instansi Pemerintahan ataupun Swasta sehingga lebih memilih memperkerjakan Laki-laki, dan memberikan sanksi kepada Instansi dan Swasta yang melanggar hal tersebut.
Pergub No 49 tahun 2016 adalah hal yang patut diapresisasi, baik dianggap timpang dengan berbagai isu miring, bisa dikatakan ini adalah kemenangan bagi sebagian Perempuan di aceh, Artinya Gubernur Aceh, Zaini Abdullah berhasil memberikan inovasi baru dalam dunia dibutuhkan peraturan pelaksana Khusus untuk penerapan cuti ini, oleh sebab itu, tim Hukum di Lingkungan Gubernur Aceh harus lebih sigap dalam menetapkan aturan pelaksana cuti, sehingga beberapa kendala yang ditakutkan akan timbul dipermukaan akan segera bisa teratasi.
Selain itu butuh beberapa catatan lain, Biarpun dipandang bahwa ini adalah cara bermaim “Politik” dotto Zaini untuk tetap melanggengkan kekuasaan, Perlu dicatat bahwa inovasi ini adalah Inovasi yang berani, sebab dapat merangsang Provinsi lainnya untuk juga mengatur tentang hal yang sama, bahkan menjadi perangsang bagi Pemerintah Pusat untuk memberikan cuti hamil dan menyusui selama 6 Bulan bagi pegawai diseluruh Indonesia.
Biarpun demikian, dapat dikatakan bahwa aturan ini masih timpang sebab hanya mencakup dalam lingkup kepegawaian tetapi tidak pada tingkatan Ketenagakerjaan, bahwa Bukan Hanya Perempuan pegawai Negeri sipil saja yang membutuhkan Cuti untuk masa rehat karena Hamil dan menyusui, melainkan seluruh Perempuan di Aceh yang masuk dalam Lingkup Ketenagakerjaan juga membutuhkannya, Pergub ini bisa menjadi Pintu awal atau mungkin Jalan bagi Para Tenaga Kerja Perempuan untuk juga mendapatkan Hak yang sama.
Perkerjaan Zaini Abdullah mungkin memang akan berakhir pada Awal Tahun 2017 Nanti, kita tidak tau Rakyat akan memilih Pemimpin yang mana pada 2017 mendatang, tetapi setidaknya di Akhir masa jabatannya, Zaini meninggalkan sebuah kado manis untuk sebagian Perempuan di aceh juga meinggalkan PR bersama bagi Seluruh penanggung Jawab Eksekutif khususnya Kepegawaian di Aceh, yaitu pelaksanaan Cuti Hamil dan menyusui selama 6 Bulan bagi Pegawai Perempuan, Mampukah mereka melaksanakannya atau kemudian hanya menjadi sebuah aturan yang disimpan dalam lemari kepala Dinas dan Penanggung Jawab Kepegawaian di Aceh ? kita tunggu saja Episode Selanjutnya.