Melalui berbagai media, sejumlah pihak, termasuk beberapa menteri dan Komisi Perlindungan Anak, menyatakan bahwa hukuman Kebiri, akan efektif menimbulkan efek jera bagi pelaku perkosaan terhadap anak dan akan segera diberlakukan dalam waktu dekat.
Koalisi Perempuan Indonesia percaya, bahwa keyakinan tersebut tidak didukung oleh data dan fakta yang akurat. Padahal World Rape Statistic atau statistic dunia tentang perkosaan di berbagai Negara di dunia membuktikan bahwa hukuman mati atau hukuman kebiri, tidak efektif menimbulkan efek jera. World Rape Statistic yang diterbitkan setiap dua tahun sekali tersebut menunjukkan bahwa Negara-negara yang menerapkan hukuman mati atau hukuman kebiri justru menduduki posisi 10 besar, sebagai negara yang memiliki kasus tertinggi di dunia.
Hingga saat,  ini ada 10 negara memberlakukan hukuman mati  dan 20 negara memberlakukan hukuman kebiri bagi pelaku perkosaan. Kesepuluh Negara yang memberlakukan hukuman mati tersebut adalah yaitu : China, Afganistan, Uni Emirat Arab, Mesir, Bangladesh, Iran, Saudi Arabia, India, Pakistan dan Korea Utara. Sedangkan 20 negara yang memberlakukan hukuman kebiri adalah 9 negara-negara Eropa dan 9 negara-negara bagian Amerika, satu negara Amerika Latin dan satu negara di Asia Tenggara. Kesembilan Negara Eropa tersebut adalah Inggris, Polandia, Rusia, Jerman, Republik Ceko , Denmark, Swedia dan Spanyol. Sedangkan Sembilan Negara bagian Amerika adalah California, Florida, Georgia, Iowa, Lousiana, Montana, Oregon, Texas dan Wisconsin. Satu Negara Amerika Latin yang memberlakukan hukuman kebiri adalah Agentina dan satu Negara di Asia Tenggara  adalah Korea Selatan.
World Rape Statistic 2012, menunjukkan 10 negara yang memiliki kasus perkosaan tertinggi di dunia, berturut-turut adalah : Amerika di urutan pertama, disusul oleh Afrika, Swedia, India, Inggris Jerman, Perancis, Kanada, Sri Lanka dan Ethiopia. Sedangkan World Rape Statistic 2014 menunjukkan 10 besar Negara dengan kasus perkosaan tertinggi, berturut-turut adalah India, Spanyol, Israel, Amerika, Swedia, Belgia, Argentina , Jerman dan Zelandia Baru.
Data World Rape Statistic tersebut telah meneguhkan bahwa anggapan penerapan hukuman Kebiri akan menimbulkan efek Jera, hanyalah mitos. Sejumlah Negara yang menerapkan hukuman mati atau hukuman kebiri juga mengakui, bahwa menurunnya jumlah kasus perkosaan yang dilaporkan, tidak menggambarkan situasi sesungguhnya. Karena banyakknya kasus perkosaan yang tidak dilaporkan, terlebih-lebih jika pelakunya merupakan bagian dari keluarga.  Pemerintah Perancis, yang disebut negaranya urutan ke 7 dalam World Rape Statistic 2012, menyatakan bahwa kasus perkosaan yang dilaporkan mencapai 3.771.850, sangat mungkin hanya 10% dari kasus-kasus perkosaan yang telah terjadi.
Lebih dari itu, pemerintah seharusnya sejalan dengan pembahasan RUU KUHP, telah menunjukkan adanya kemajuan pemahaman anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah, tentang perkosaan. RUU KUHP telah memperluas pengertian tentang perkosaan, tidak sebatas memasukkan alat kelamin laki-laki pada alat kelamin perempuan. Namun, termasuk dalam pengertian perkosaan adalah memasukkan alat kelamin ke dalam anus atau mulut dan memasukkan suatu benda yang bukan bagian dari anggota tubuh kedalam vagina, atau anus.
Sehubungan dengan semakin mengemukanya pembahasan tentang pemberlakukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang hukuman kebiri bagi pelaku perkosaan terhadap anak. Koalisi Perempuan Indonesia, menyampaikan beberapa pertimbangan yang perlu diambil oleh pemerintah sebagai berikut :
- Bahwa Kejahatan seksual, terutama perkosaan terhadap anak yang terjadi di Indonesia telah mengalami peningkatan jumlah kasus secara tajam dan membutuhkan komitmen nyata pemerintah untuk melakukan penghukuman terhadap pelaku kejahatan dan perlindungan bagi korban.
- Bahwa data dan fakta dari berbagai Negara membuktikan, hukuman kebiri tidak efektif menimbulkan efek jera bagi pelaku perkosaan terhadap anak.
- Bahwa Hukuman Kebiri justru berpotensi, menghambat pengungkapan kasus perkosaan terhadap anak dan mengakibatkan tindakan penyembunyian terhadap pelaku dan korban, dalam kasus-kasus perkosaan dimana pelaku dan korban merupakan bagian dari satu keluarga.
- Bahwa hukuman Kebiri, tidak sejalan dengan perkembangan pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang telah memperluas modus operandi kejahatan perkosaan, dalam bentuk tindakan: memasukkan tindakan kelamin ke dalam mulut atau anus, memasukkan anggota tubuh selain kelamin kedalam vagina dan memasukkan  benda yang bukan anggota tubuh ke dalam vagina. Dengan perluasan pengertian perkosaan demikian, maka hukuman kebiri menjadi tidak relevan.
- Bahwa pemerintah perlu memperkuat upaya-upaya pencegahan dan memberikan pemberatan hukuman minimal 15 tahun penjara dan maksimal seumur hidup bagi kejahatan perkosaan yang berulang, serta melakukan pemantauan agar setiap hakim untuk secara konsisten menjatuhkan hukuman tersebut.
- Bahwa pemerintah perlu secara serius melakukan penanganan korban secara serius, untuk menghilangkan beban dan berbagai akibat negatif  yang dialami oleh korban, termasuk dan tidak terbatas pada upaya pencegahan pengulangan kejahatan perkosaan oleh korban.
Koalisi Perempuan Indonesia menyampaikan penghargaan kepada pemerintah yang telah memberikan empati dan tanggapan yang serius oleh pemerintah Indonesia terhadap meningkatnya kasus perkosaan anak. Namun Koalisi Perempuan Indonesia juga berharap agar keputusan peningkatan hukuman untuk mencegah, dan menghukum pelaku perkosaan, tidak berakibat justru memperburuk situasi anak-anak korban perkosaan.
Jakarta, 12 Januari 2016
Dian Kartikasari
Sekretaris Jenderal