Melalui program yang sedang dijalankan oleh Flower Aceh, FMS adalah forum bagi para pemangku kepentingan ditingkat kabupaten/kota untuk bertemu, berkomunikasi dan membicarakan serta menanggapi permasalahan-permasalahan yang berhubungan langsung dengan issue kesehatan, khususnya kesehatan perempuan seputar kesehatan reproduksi dan gizi. Gagasan pembentukan forum ini sudah dimulai sejak tahun 2015 dengan anggota perwakilan dari Pemerintah Kab/Kota (Dinkes, Bappeda, PP&KB, Dinsos dll), Organisasi Masyarakat Sipil, Tokoh Masyarakat, Forum Komunitas Perempuan Akar Rumput (FKPAR) dan perwakilan unit layanan seperti Puskesmas dan Rumah Sakit.
Beberapa capaian hasil pertemuan yang sudah ditindak lanjut dari pertemuan forum ini sudah mulai terlihat, seperti; pada wilayah Banda Aceh, beberapa desa di kecamatan Meuraxa mulai memasukkan program tentang kesehatan reproduksi dalam alokasi Dana Desa, seperti yang sudah dilakukan FKPAR di Desa Punge Jurong melalui Aparatur Desa memasukan program sosialisasi dan pendidikan tentang kesehatan reproduksi bagi kelompok remaja dalam perencanaan dan penganggaran desa tahun 2018; Desa Alue Deah Teungoh, FKPAR bersama dengan Aparatur Desa sudah memasukan pendidikan kesehatan reproduksi bagi kelompok remaja, terlihat dalam pernyataan Geuchik Desa Alue Deah Tengoh dalam sesi pertemuan FMS di Banda Aceh “kalau menyangkut dengan masalah kesehatan seingat saya sudah dimasukkan kedalam sistim oleh Bendahara, yang tujuannya untuk pelatihan bagi remaja dulu, para remaja putri yang akan membahas masalah kespro”.
Alokasi anggaran untuk kegiatan pendidikan kesehatan reproduksi diperkuat dengan Peraturan Walikota mengenai petunjuk teknis pengelolaan dana desa yang setiap tahun diterbitkan, yang memungkinkan FKPAR dan elemen masyarakat sipil lainnya mengusulkan kegiatan-kegiatan pendidikan yang berhubungan dengan issue kesehatan perempuan, terkhusus tentang gizi dan kesehatan reproduksi, seperti pernyataan Ibu Nurbaiti, Anggota FMS mewakili Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong, “kelompok perempuan di desa baik dari PKK, Balee Inong maupun kelompok perempuan akar rumput bisa menyusun program, misalnya program kesehatan reproduksi yang nantinya akan dimasukkan dalam perencanaan gampong dengan memakai alokasi dana desa”.
FMS Kabupaten Aceh Utara yang saat ini fokus untuk advokasi kebijakan tentang Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir dan Anak Balita (KIBBLA). Beberapa rekomendasi yang dihasilkan dalam pertemuan, diantaranya:
- Dana desa harus didorong oleh semua elemen, tidak hanya oleh Aparatur Desa, BPMG menjadi leading sector dalam penentuan alokasi dana kesehatan didalam perencanaan dana desa.
- Dokumen realisasi penggunaan dana desa melalui hasil monev program menjadi alasan kuat untuk pendanaan issue Kibbla dalam penganggaran dana desa.
- Memperkuat edukasi yang berkualitas tentang kesehatan reproduksi kepada catin (calon pengantin) laki-laki dan perempuan.
- Kolaborasi peran Pembatra di desa dengan pihak penyedia layanan, menjadi pertimbangan karena cakupan wilayah yang sangat luas.
- Inisiasi Desa Siaga, yang siap melayani masyarakat sesuai dengan kebutuhan yang berhubungan dengan Kibbla.
- Mendorong alokasi anggaran daerah untuk alat pendukung operasional kesehatan, seperti 1 ambulance untuk 1 desa.
- Kebijakan yang lebih mempermudah, lebih lunak dalam pelayanan kesehatan di BPJS untuk perempuan korban kekerasaan.
- Menyiapkan rancangan kebijakan yang dimulai dengan Naskah Akademik tentang Kibbla oleh Flower Aceh bersama dengan Dinas Kesehatan Kab. Aceh Utara.